Beranda | Artikel
Hukum Sebab (3)
Rabu, 30 September 2015

Enam Catatan Penting Terkait Hukum Sebab Pertama

Berikut ini enam catatan penting terkait hukum sebab pertama,

1. Yang haram ada ganti halalnya

Seorang hamba yang menjauhi sebab yang haram Lillahi Ta’ala berarti bertakwa kepada Allah Ta’ala. Barangsiapa bertakwa kepada-Nya, pasti akan dianugrahi jalan keluar. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menganugerahkan kepadanya jalan keluar” (Ath-Thalaaq: 2).

2. Cukupkan dengan yang halal

Jika sudah berusaha melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, bertawakal kepada-Nya, dan berusaha maksimal mendapatkan sebab yang halal, namun kita tidak juga didapatkan, maka sebab yang Allah Ta’ala mudahkan bagi kita pasti sudah bisa mencukupi diri kita.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah memenuhi sesuatu yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (Ath-Thalaaq: 3).

Contoh:

1) Seseorang yang telah berusaha maksimal untuk mendapatkan pekerjaan halal dengan penghasilan besar dan tidak kunjung mendapatkannya, hendaknya mencukupkan diri dengan pekerjaan halal yang Allah mudahkan. Demikian karena pekerjaan itu telah cukup sebagai bekal untuk bertakwa kepada Allah. Kecukupan tersebut dipandang dengan kacamata qana’ah. Artinya, segala hal yang menjadi pilihan Allah bagi orang yang bertakwa pasti baik.

Allah Maha Tahu tentang pilihan yang paling bermanfaat dan paling tepat bagi orang tersebut. Tidak ada alasan baginya untuk mencari sebab yang haram. Sikap ini akan membawanya untuk bersikap hemat dalam membelanjakan harta, bersabar, serta berlapang dada terhadap kesulitan yang dihadapinya, bahkan mendorongnya untuk bersyukur atas anugerah Allah yang telah ada.

2) Seseorang yang sangat ingin menunaikan rukun Islam kelima, haji ke baitullah, namun tak kunjung mampu menunaikannya, padahal sudah berusaha maksimal, maka dalam kondisi seperti ini, ibadah lain yang mampu dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah sudah cukup menyebabkan masuk surga.

3) Seseorang yang bercita-cita menuntut ilmu syar’i hingga menjadi ulama yang bertakwa, namun ternyatatidak mampu meraihnya, padahal sudah berusaha maksimal untuk mendapatkannya, maka bentuk menuntut ilmu syar’i yang dimudahkan oleh Allah baginya sudah cukup untuk bisa berjumpa dengan Allah di dalam Surga-Nya.

3. Tugas manusia hanyalah melakukan sebab yang benar dan menyerahkan hasil kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (Al-Hajj: 77).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Dan kalian tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” (At-Takwiir: 29).

Tugas manusia adalah berusaha melakukan sebab yang bermanfaat, jika berhasil, maka ia masih memiliki tugas bersyukur dan jika tidak berhasil, maka ia juga memiliki tugas bersabar serta melakukan sebab baru yang bermanfaat sesuai dengan tuntutan peribadatan kepada Allah Ta’ala. Dengan demikian, masalah hasil bukanlah urusan manusia, jika ia sudah bertakwa dan berusaha dengan baik secara maksimal, pastilah kebaikan yang didapatkannya, terlepas apakah keinginannya terpenuhi atau tidak!

Hal ini karena bersyukur saat mendapatkan nikmat itu kebaikan, sebagaimana bersabar saat mendapatkan musibah itu juga kebaikan.

Jadi, manusia adalah hamba Allah dalam setiap keadaan, saat senang maupun sedih, tetap tertuntut untuk menghamba kepada-Nya saja! Saat seseorang mendapatkan nikmat, Tuhannya adalah Allah, begitu pula saat ia tertimpa musibah, Tuhannya tetaplah Allah, sehingga ia tetap tertuntut untuk menghamba kepada-Nya sesuai dengan apa yang Dia kehendaki dalam Syari’at-Nya pada setiap keadaan.

Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitab Al-Wabilush Shayyib menjelaskan kunci kebahagiaan manusia,

اذا أنعم عليه شكر وإذا ابتلى صبر وإذا أذنب استغفر فان هذه الامور الثلاثة عنوان سعادة العبد

“Jika ia mendapatkan nikmat, maka ia bersyukur, jika diuji dengan musibah, ia bersabar dan jika berdosa, ia pun istighfar. Tiga perkara ini adalah kunci kebahagiaan seorang hamba”.

(Bersambung)

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

🔍 Keutamaan Ibadah Umroh, Ucapan Idul Fitri Rumaysho, Teks Pidato Tentang Akhlak Kepada Guru, Hukum Istri Tidak Menegur Suami, Tulisan Salam Latin


Artikel asli: https://muslim.or.id/26629-hukum-sebab-3.html